Rabu, 12 Juli 2017

MAKALAH OTORITER DAN TOTALITER





Disusun Oleh:
               Sahuda (1657020159)

Dosen Pembimbing :
Alva Beriansyah, S.Ip.

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG 1439/2017








BAB I

PENDAHULUAN


Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. (Wikipedia)

Di dalam Republik ini terdapat beberapa dasar politik[1]yang diantaranya terdiri atas otoriter dan totaliter.Otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu.semua dikuasai oleh sang DIKTATOR. Sedangkan totaliter adalah sebagai lawan dari sistem demokrasi, sistem totaliter adalah bentuk pemerintahan dari suatu negara yang bukan hanya selalu berusaha menguasai segala aspek ekonomi dan politik masyarakat, tetapi juga selalu berusaha menentukan nilai-nilai 'baik' dan 'buruk' dari prilaku, kepercayaan dan paham dari masyarakat. Sebagai akibatnya, tak ada lagi batas pemisah antara hak dan kewajiban oleh negara dan oleh masyarakat.Semua dibatasi oleh negara.Segalanya dikuasai oleh negara, baik pendidikan, politik, bahkan media.

Perbedaan antara otoriter dengan totaliter ada pada sistem pemerintahannya.untuk totaliter, sistem pemerintahannya lebih elegan. mereka menjalankan fungsi pemerintahan, berbeda dengan otoriter yang menjalankannya secara pribadi. intinya untuk pemerintahan, totaliter LEBIH BAIK daripada otoriter.







BAB II
PEMBAHASAN


Arti dari otoriter adalah: oto.ri.ter
Adjektiva (kata sifat) berkuasa sendiri; sewenang-wenang: tindakan yang otoriter[2]Istilah otoriter ini berasal dari bahasa Inggris, authority, yang berarti pengaruh, kuasa, wibawa, otoritas.
Kepemimpinan otoriter atau bisa di sebut kepemimpinan otokratis atau kepemimpinan diktator adalah suatu kepemimpinan dimana seorang pemimpin ber tindak sebagai diktator, pemimpin adalah penguasa, semua kendali ada di tangan pemimpin.Otoriter adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang.Istilah otokrasi berasal dari bahasa yunani. Istilah otokratis berasal dari dua kata yaitu: autos dan kratos. Autos berarti sendiri atau diri pribadi, kratos adalah kekuasaan atau kekuatan.Jadi otokratis berarti berkuasa sendiri secara mutlak (centre of authority).
Pemimpin otoriter (dictator) dalam praktik memimpin ia mengutamakan kekuasaan (power). Seorang pemimpin bertipe otokratis menganggap dirinya adalah segala-galanya. Egonya kokoh menyatakan dirinya adalah pusat kekuasaan dan kewenangan, sehingga ia berhak menjadikan anak buah sesuai dengan kehendaknya, bawahan tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Kekuasaan pemimpin yang otoriter hanya dibatasi oleh undang-undang.Pemimpin jenis otoriter biasanya sangat perhatian terhadap efisiensi dan efektivitas kerja, tetapi meninggalkan perhatian pada peran anak buah dalam satu kesatuan gerak guna keberhasilan kepemimpinannya.Pemimpin yang otokratis tidak menghendaki rapat-rapat atau musyawarah.Setiap perbedaan pendapat diantara para bawahannya diartikan sebagai kepicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi.





2. Gaya dan Ciri Kepemimpinan Otoriter

Gaya
Kepemimpinan Otoriteradalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
Ciri-ciri kepemimpinan otoriter antara lain:
1.      Memegang kewenangan mutlak (bersikap adigang, adigung, dan adiguna).
2.      Kuasa dipusatkan pada diri pemimpin ( aji mumpung).
3.      Merumuskan ide sendiri, rencana dan tujuan.
4.      Memilih kebijakan sendiri.
5.      Menetapkan keputusan sendiri.
Tipe kepemimpinan Otoriter antara lain yaitu:
1.      Mempraktekkan komunikasi satu arah (one way traffic of communication).
2.      Pengawasan kepada anak buah ketat.
3.      Saran, pertimbangan, pendapat dari bawahan tertutup sama sekali.
Sikap tipe perilaku otoriter jika menghadapi bawahan:
1.      Mementingkan tugas dibandingkan pendekatan kemanusiaan.
2.      Memaksa bawahan untuk patuh dan menuntut kesetiaan mutlak.
3.      Memaksa, mengancam, menghukum atau mengintimidasi kepada anak buah.
4.      Serba intruksi dan perintah.
5.      Kasar dalam fikiran, perasaan dan perbuatan.
6.      Mencari perhatian keatasan kalau ia memimpin tingkat Lini dan Menengah.
7.      Lebih banyak kritik dari pada memuji bawahan.[3]





B.     TOTALITER


Istilah totaliter berasal dari bahasa Latin totus, yang berarti seluruh atau utuh.Totaliter ini dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan dengan kekuasaan mutlak negara terhadap hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat.Kendali pemerintahan biasanya diserahkan kepada satu partai politik dan umumnya dipimpin oleh seorang diktator.
Menurut Franz magnis-Suseno, totaliterisme merupakan istilah ilmu politik untuk menyebut gejala: Negara Totaliter. Negara totaliter adalah sebuah sistem politik yang, dengan melebihi bentuk-bentuk kenegaraan despotik tradisional, secara menyeluruh mengontrol, menguasai dan memobilisasikan segala segi kehidupan masyarakat.[4]
Dalam sistem pemerintahan totaliter, hak individu bioleh dikatakan tidak ada.Individu dipandang sebagai hamba negara yang tidak memiliki kebebasan memilih atau bersuara.Pada umumnya peprintahan yang berkuasapun jarang memberi kesempatan kepada masyarakat atau kelompok-kelompok untuk berkumpul, seperti serikat buruh, partai politik, dll.
Rezim totaliter dapat disamakan dengan rezim tradisional pra-demokrasi yang otoriter atau otokratis.Pemerintah otoriter cenderung mempertahankan kekuasaan dari satu orang saja serta cenderung mempertahankan struktur sosial tradisional dan bekerja melalui garis wewenang yang ada.Yang umum terjadi dalam pemerintahan totaliter, dalam upaya menindas atau mengintimidasi individu dan atau kelompok lawan, biasanya mereka menggunakan tatktik teror yang dilakukan oleh tentara atau polisi.Dalam negara yang totaliter, media masa hanya berfungsi sebagai alat propaganda bagi penguasa.
Sebutan totaliter diberikan karena seluruh aspek kehidupan tiap individu harus sesuai dengan garis atau aturan negara, hal ini diperlukan untuk tercapainya tujuan negara, tujuan bersama. Jerman di bawah Nazi misalnya sangat mengagungkan ras Aria, sebagai ras yang unggul di atas semua ras lain di dunia. Untuk mewujudkan hal ini, misalnya pada periode itu dilakukan pemurnian ras Aria di Jerman dengan upaya untuk menghapus ras lain (utamanya Yahudi).Juga dengan dalih untuk mempersatukan Jerman Raya, invasi dilakukan kenegara tetangga yang memiliki penduduk dari Ras Aria.
Pemerintahan Komunis juga kerap dicontohkan sebagai bentuk perwujudan totaliterisme, karena kewenangan negara untuk mengatur tiap sisi kehidupan orang perorang.Argumen pendukungnya adalah bahwa upaya perlawanan terhadap kelompok atau kelas yang berkuasa menuntut pembersihan terhadap keseluruhan tatanan budaya yang mendukungnya.
Bentuk pemerintahan yang mendasarkan diri pada ajaran suatu agama yang menyatukan otoritas politik dan otoritas spiritual punya potensi kuat menjadi negara otoriter.karena negara (sebagai otoritas politik sekuler dan spiritual) bisa mengatur setiap aspek kehidupan warganya.
Masyarakat totaliter adalah sekumpulan kelompok dari suatu ras yang sudah diubah pola pikir dan ideloginya melalui doktrin-doktrin oleh seorang penguasa, dimana masyarakat itu menjadi subordinasi dari si penguasa sehingga jiwa mereka direbut, dituntun dan dikekang sesuai kebutuhan-kebutuhan negara tersebut.
Dalam negara yang totaliter, media masa hanya berfungsi sebagai alat propaganda bagi penguasa.Sosialisasi politik di negara totaliter adalah indoktrinasi politik. Indoktrinasi politik ialah proses sepihak saat penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik. Melalui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaaan psikologis, dan latihan penuh disiplin, partai politik dalam sistem politik totaliter melaksanakan fungsi indoktinasi politik.Hitler Sistem pemerintahan totaliter ini dikenal sudah cukup lama dalam sejarah, tetapi baru mencapai puncaknya sekitar tahun 1920 – 1930. Dua rezim yang terkondang pada abad 20 adalah pemerintahan nasional sosialisme “NAZI” di bawah kepemimpinan Adolf Hitler (1933-1945) di jerman dan  di bawah kekuasaan bolshevisme soviet dipimpin Jossif W Stalin (1922-1953) yang lalu menyebar dengan intensitas yang berbeda beda pada Negara Negara komunis lainya di eropa timur (akibat PD II) serta di CINA di Korea Utara dan Indocina. Ciri-ciri Sistem Politik Totaliter Ciri-ciri berikut merupakan hakekat pemerintahan totaliter : Totaliter bukan sekedar peningkatan bentuk-bentuk pemerintahan opresif seperti despotisme, pemerintahan tiranik dan diktator, melainkan sesuatu yang secara hakiki baru. Totalitarisme itu sendiri selalu mengembangkan lembaga-lembaga politik baru dan menghancurkan semua tradisi sosial, legal dan politik yang ada di Negara itu. Totalitarisme mengubah kelas-kelas sosial menjadi massa, menggantikan sistem multi-partai bukan dengan sistem partai tunggal melainkan dengan suatu gerakan massa, mengalihkan pusat kekuasaan dari tentara ke polisi rahasia, mengarahkan politik luar negeri secara terbuka pada kekuasaan dunia. Sistem Politik Totaliter dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) sistem politik komunis dan (2) sistem politik fasis.[5]
Pengaturan masyarakat secara menyeluruh atas dasar tertentu dengan kelompok kecil penguasa yang memonopoli kekuasaan. Penggunaan sistem mobilisasi massa untuk membentuk masyarakat baru yang akan melaksanakan kebijakan. Penempatan individu di bawah kehendak dari partai tunggal yang mengatasnamakan bangsa dan negara. 
Ciri-ciri sistem politik totaliter antara lain adalah :
1.      Infrastruktur dan fasilitas pemerintahan dikendalikan secara terpusat. Kekuatan politik diperoleh dan dipertahankan melalui suatu sistem represiv yang menentang segala bentuk tentangan atau yang berpotensi yang menentang.
2.      Mengikuti prinsip-prinsip berikut : (a). aturan datang dari seseorang bukan dari hokum. (b). Pemilihan Umum bersifat kaku (sering kali orang bisa mengetahui siapa pemenangnya, bahkan sebelum pemilu itu berlangsung). (c). semua keputusan politis ditentukan oleh satu pihak dan berlangsung tertutup. (d). penggunaan kekuatan politik yang seolah-olah tidak terbatas.
3.      Pemimpin dipilih sendiri atau menyatakan diri. Jika ada pemilihan, hak kebebasan masyarakat untuk memilih cenderung tidak diacuhkan.
4.      Tidak ada jaminan kebebasan sipil, apalagi toleransi yang ingin menjadi oposisi.
5.      Tidak ada kebebasan untuk membentuk suatu kelompok, organisasi, atau partai politik untuk bersaing dengan kekuatan politik yang incumbent.
6.      Kestabilan politik dipertahankan melalui (a). kontrol penuh terhadap dukungan pihak militer untuk mempertahankan keamanan sistem dan kontrol terhadap masyarakat. (b). birokrasi dikuasai oleh orang-orang yang mendukung rezim. (c). kendali terhadap oposisi dari internal Negara. (d). pemaksaan kepatuhan kepada public melalui berbagai cara sosialisasi.[6]
Totalitarisme adalah versi ekstrim dari sistem otoriterisme.Sistem totalitarisme dinilai memiliki karisma kepemimpinan yang tinggi dibanding sistem otoriterisme.Dalam hal peran kepemimpinan, sistem totalitarisme menjalankannya sesuai fungsi, berbeda dengan sistem otoriterisme yang menjalankan secara pribadi.
Sosialisasi politik dalam masyarakat totaliter memiliki banyak cara dan metodenya.[7] Contohnya di Negara Jerman pada masa kepemimpinan Adolf Hitler, sosialisinya yaitu  melalui pendidikan formal dan loyalitas pertama mereka adalah kepada negara, yang dipersonifikasikan oleh pemimpinnya ( fuhrer atau pemimpin ). dimana semua pemuda pada masa itu diasuh dan di dalam keluarga serta sekolah-sekolah, secara fisik, intelektual dan moral harus dididik dalam semangat Sosialisme Nasional lewat pemuda Hitler.
Pada tahun 1939, setiap anak diwajibkan menjadi anggota pemuda Hitler, dan setiap orang tua yang menolak indokrinasi tersebut dapat ditindak dengan jalan diambilnya anak-anak dari asuhan mereka.
Antara usia 6 sampai 10 tahun, anak-anak Jerman memperoleh latihan persiapan dalam hal sejarah perkemahan, atletik dan ideologi. Pada usia 10 tahun mereka di tes, dan bila cocok, anak laki-laki di tingkatkan kejunvolk, sedangkan anak perempuan ditingkatkan ke jungmadel. Dan pada saat itu mereka mengucapkan sumpah setia-patuh kepada Fuhrer.Pada usia 14 tahun anak laki-laki mulai memasuki pemuda Hitler, dan menerima instruksi sistematik dalam ideologi dan latihan fisik serta militer. Dan pada usia 18 tahun mereka masuk dinas kerja, disusul kemudian dengan dinas militer. Pola bagi anak-anak perempuan sama juga, akan tetapi mereka memiliki organisasi-organisasinya sendiri, yaitu jungmadle (dari usia 10 sampai 14 tahun), dan Bund Deutscher Madel (dari usia 14 sampai 21 tahun), yang kemudian disusul dengan dinas 1 tahun di bidang pertanian. Dan jika ada yang menentang dengan kebijakan tersebut maka akan di hukum mati.
Pola sosialisasi yang sama terdapat juga di Uni Soviet, dengan penekananya baik pada pendidikan formal maupun pada gerakan-gerakan pemuda. Semua pengajaran harus disesuaikan dengan ideoligi komunis, dan buku-buku teks digunakan sebagai saran-sarana instruksi politik.
Sosialisasi politik itu tidak dibiarkan menempuh jalannya sendiri, akan tetapi menjadi bagian terpadu dari sistem totaliter, merupakan sarana dengan mana rezim yang bersangkutan secara terang-terangan berusaha mengabadikan dirinya sendiri dan menjadi idiologi yang mendasarinya.


BAB III


Tipe kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang sama dengan tipe otokratis, yang mana dari kepemimpinan ini, bawahan tidak berhak menyampaikan saran, pendapat, dan kritik. Dalam kepemimpinan ini seorang pemimpin menganggap dirinya adalah segala-galanya yang memiliki kekuasaan dan kewenangan atas anak buah sesuai dengan kehendaknya.
      Kepemimpinan ini lebih identik dengan system satu orang yang berkuasa, yang berhak menentukan kebijakan, berhak dalam mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan dalam organisasi.Kepemimpinan ini hanya dibatasi dengan undang-undang saja.
Istilah totaliter berasal dari bahasa Latin totus, yang berarti seluruh atau utuh.Totaliter ini dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan dengan kekuasaan mutlak negara terhadap hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat.Kendali pemerintahan biasanya diserahkan kepada satu partai politik dan umumnya dipimpin oleh seorang diktator.
Masyarakat totaliter adalah sekumpulan kelompok dari suatu ras yang sudah diubah pola pikir dan ideloginya melalui doktrin-doktrin oleh seorang penguasa, dimana masyarakat itu menjadi subordinasi dari si penguasa sehingga jiwa mereka direbut, dituntun dan dikekang sesuai kebutuhan-kebutuhan negara tersebut.
Bentuk sosialisasi politik dalam masyarakat totaliter yaitu melalui pendidikan formal dan gerakan-gerakan pemuda.Semua pengajaran harus disesuaikan dengan ideoligi komunis, dan buku-buku teks digunakan sebagai saran-sarana instruksi politik.





DAFTAR PUSTAKA


A. Prasentyantoko, 1999, Kaum Profesional Menentang Rezim Otoriter, Jakarta: Gramedia.

Arendt Hannah, 1995, Asal-Usul Totaliterisme: jilid III Totaliterisme, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Carter, April, 1985,Otoritas dan Demokrasi, Jakarta: Rajawali.
Magnis-Suseno, Franz, 2003, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rush Michael, Philip  Althoff, 2008, Pengantar  Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Pers.






[1]Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.10
[2]Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
[3]Drs. E. Martono, B. Sc, MM, Ilmu dan Seni Kepemimpinan, (Jakarta: Pustaka Bina Cipta,2014) hal. 56
[4] Franz Magnis-Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta:1991), hal.45
[5]Ibid, hlm. 50
[6]Hannah Arendt, 1995, Asal-Usul Totaliterisme: jilid III Totaliterisme, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1995), hal. 24
[7]Ibid, hal. 26

1 komentar: