Sahuda (1657020159)
Dosen Pembimbing :
Alva Beriansyah, S.Ip.
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG 1439/2017
Perbedaan antara otoriter dengan totaliter ada pada sistem pemerintahannya.untuk totaliter, sistem pemerintahannya lebih elegan. mereka menjalankan fungsi pemerintahan, berbeda dengan otoriter yang menjalankannya secara pribadi. intinya untuk pemerintahan, totaliter LEBIH BAIK daripada otoriter.
BAB II
Gaya Kepemimpinan Otoriteradalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
BAB I
PENDAHULUAN
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan
antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal
dalam ilmu politik. (Wikipedia)
Di dalam Republik ini terdapat beberapa dasar politik[1]yang diantaranya terdiri atas otoriter dan totaliter.Otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu.semua dikuasai oleh sang DIKTATOR. Sedangkan totaliter adalah sebagai lawan dari sistem demokrasi, sistem totaliter adalah bentuk pemerintahan dari suatu negara yang bukan hanya selalu berusaha menguasai segala aspek ekonomi dan politik masyarakat, tetapi juga selalu berusaha menentukan nilai-nilai 'baik' dan 'buruk' dari prilaku, kepercayaan dan paham dari masyarakat. Sebagai akibatnya, tak ada lagi batas pemisah antara hak dan kewajiban oleh negara dan oleh masyarakat.Semua dibatasi oleh negara.Segalanya dikuasai oleh negara, baik pendidikan, politik, bahkan media.
Di dalam Republik ini terdapat beberapa dasar politik[1]yang diantaranya terdiri atas otoriter dan totaliter.Otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu.semua dikuasai oleh sang DIKTATOR. Sedangkan totaliter adalah sebagai lawan dari sistem demokrasi, sistem totaliter adalah bentuk pemerintahan dari suatu negara yang bukan hanya selalu berusaha menguasai segala aspek ekonomi dan politik masyarakat, tetapi juga selalu berusaha menentukan nilai-nilai 'baik' dan 'buruk' dari prilaku, kepercayaan dan paham dari masyarakat. Sebagai akibatnya, tak ada lagi batas pemisah antara hak dan kewajiban oleh negara dan oleh masyarakat.Semua dibatasi oleh negara.Segalanya dikuasai oleh negara, baik pendidikan, politik, bahkan media.
Perbedaan antara otoriter dengan totaliter ada pada sistem pemerintahannya.untuk totaliter, sistem pemerintahannya lebih elegan. mereka menjalankan fungsi pemerintahan, berbeda dengan otoriter yang menjalankannya secara pribadi. intinya untuk pemerintahan, totaliter LEBIH BAIK daripada otoriter.
BAB II
PEMBAHASAN
Arti dari otoriter adalah: oto.ri.ter
Adjektiva (kata sifat) berkuasa sendiri; sewenang-wenang: tindakan yang otoriter[2]Istilah otoriter ini berasal dari bahasa Inggris, authority, yang berarti pengaruh, kuasa, wibawa, otoritas.
Adjektiva (kata sifat) berkuasa sendiri; sewenang-wenang: tindakan yang otoriter[2]Istilah otoriter ini berasal dari bahasa Inggris, authority, yang berarti pengaruh, kuasa, wibawa, otoritas.
Kepemimpinan otoriter atau bisa di sebut kepemimpinan
otokratis atau kepemimpinan
diktator adalah suatu kepemimpinan
dimana seorang pemimpin ber
tindak sebagai diktator, pemimpin
adalah penguasa, semua kendali ada di tangan pemimpin.Otoriter adalah suatu bentuk
pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang.Istilah
otokrasi berasal dari bahasa yunani. Istilah otokratis berasal dari
dua kata yaitu: autos dan kratos. Autos berarti sendiri atau diri pribadi,
kratos adalah kekuasaan atau kekuatan.Jadi otokratis berarti berkuasa sendiri
secara mutlak (centre of authority).
Pemimpin
otoriter (dictator) dalam praktik memimpin ia mengutamakan kekuasaan (power).
Seorang pemimpin bertipe otokratis menganggap dirinya adalah segala-galanya.
Egonya kokoh menyatakan dirinya adalah pusat kekuasaan dan kewenangan, sehingga
ia berhak menjadikan anak buah sesuai dengan kehendaknya, bawahan tidak boleh
membantah atau mengajukan saran. Kekuasaan pemimpin yang otoriter hanya dibatasi oleh
undang-undang.Pemimpin jenis otoriter biasanya sangat perhatian terhadap efisiensi dan efektivitas kerja,
tetapi meninggalkan perhatian pada peran anak buah dalam satu kesatuan gerak
guna keberhasilan kepemimpinannya.Pemimpin yang otokratis tidak menghendaki
rapat-rapat atau musyawarah.Setiap perbedaan pendapat diantara para bawahannya
diartikan sebagai kepicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap
perintah atau instruksi.
2. Gaya dan Ciri Kepemimpinan
Otoriter
Gaya Kepemimpinan Otoriteradalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
Ciri-ciri
kepemimpinan otoriter antara lain:
1. Memegang kewenangan mutlak (bersikap
adigang, adigung, dan adiguna).
2. Kuasa dipusatkan pada diri pemimpin (
aji mumpung).
3. Merumuskan ide sendiri, rencana dan
tujuan.
4. Memilih kebijakan sendiri.
5. Menetapkan keputusan sendiri.
Tipe
kepemimpinan Otoriter antara lain yaitu:
1. Mempraktekkan komunikasi satu arah
(one way traffic of communication).
2. Pengawasan kepada anak buah ketat.
3. Saran, pertimbangan, pendapat dari
bawahan tertutup sama sekali.
Sikap
tipe perilaku otoriter jika menghadapi bawahan:
1. Mementingkan tugas dibandingkan
pendekatan kemanusiaan.
2. Memaksa bawahan untuk patuh dan
menuntut kesetiaan mutlak.
3. Memaksa, mengancam, menghukum atau
mengintimidasi kepada anak buah.
4. Serba intruksi dan perintah.
5. Kasar dalam fikiran, perasaan dan
perbuatan.
6. Mencari perhatian keatasan kalau ia
memimpin tingkat Lini dan Menengah.
7. Lebih banyak kritik dari pada memuji
bawahan.[3]
B.
TOTALITER
Istilah totaliter berasal dari bahasa Latin totus, yang berarti seluruh atau utuh.Totaliter ini
dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan dengan kekuasaan mutlak negara
terhadap hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat.Kendali pemerintahan
biasanya diserahkan kepada satu partai politik dan umumnya dipimpin oleh
seorang diktator.
Menurut Franz magnis-Suseno,
totaliterisme merupakan istilah ilmu politik untuk menyebut gejala: Negara
Totaliter. Negara totaliter adalah sebuah sistem politik yang, dengan melebihi
bentuk-bentuk kenegaraan despotik tradisional, secara menyeluruh mengontrol,
menguasai dan memobilisasikan segala segi kehidupan masyarakat.[4]
Dalam sistem pemerintahan totaliter,
hak individu bioleh dikatakan tidak ada.Individu dipandang sebagai hamba negara
yang tidak memiliki kebebasan memilih atau bersuara.Pada umumnya peprintahan
yang berkuasapun jarang memberi kesempatan kepada masyarakat atau
kelompok-kelompok untuk berkumpul, seperti serikat buruh, partai politik, dll.
Rezim totaliter dapat disamakan
dengan rezim tradisional pra-demokrasi yang otoriter atau otokratis.Pemerintah
otoriter cenderung mempertahankan kekuasaan dari satu orang saja serta
cenderung mempertahankan struktur sosial tradisional dan bekerja melalui garis
wewenang yang ada.Yang umum terjadi dalam pemerintahan totaliter, dalam upaya
menindas atau mengintimidasi individu dan atau kelompok lawan, biasanya mereka
menggunakan tatktik teror yang dilakukan oleh tentara atau polisi.Dalam negara
yang totaliter, media masa hanya berfungsi sebagai alat propaganda bagi
penguasa.
Sebutan totaliter diberikan karena seluruh aspek kehidupan
tiap individu harus sesuai dengan garis atau aturan negara, hal ini diperlukan
untuk tercapainya tujuan negara, tujuan bersama. Jerman di bawah Nazi misalnya
sangat mengagungkan ras Aria, sebagai ras yang unggul di atas semua ras lain di
dunia. Untuk mewujudkan hal ini, misalnya pada periode itu dilakukan pemurnian ras Aria di Jerman dengan upaya untuk
menghapus ras lain (utamanya Yahudi).Juga dengan dalih untuk mempersatukan
Jerman Raya, invasi dilakukan kenegara tetangga yang memiliki penduduk dari Ras
Aria.
Pemerintahan Komunis juga kerap
dicontohkan sebagai bentuk perwujudan totaliterisme, karena kewenangan negara
untuk mengatur tiap sisi kehidupan orang perorang.Argumen pendukungnya adalah
bahwa upaya perlawanan terhadap kelompok atau kelas yang berkuasa menuntut
pembersihan terhadap keseluruhan tatanan budaya yang mendukungnya.
Bentuk pemerintahan yang mendasarkan
diri pada ajaran suatu agama yang menyatukan otoritas politik dan otoritas
spiritual punya potensi kuat menjadi negara otoriter.karena negara (sebagai
otoritas politik sekuler dan spiritual) bisa mengatur setiap aspek kehidupan
warganya.
Masyarakat
totaliter adalah sekumpulan kelompok dari suatu ras yang sudah diubah pola
pikir dan ideloginya melalui doktrin-doktrin oleh seorang penguasa, dimana
masyarakat itu menjadi subordinasi dari si penguasa sehingga jiwa mereka
direbut, dituntun dan dikekang sesuai kebutuhan-kebutuhan negara tersebut.
Dalam negara yang totaliter, media masa
hanya berfungsi sebagai alat propaganda bagi penguasa.Sosialisasi politik di
negara totaliter adalah indoktrinasi politik. Indoktrinasi politik ialah proses
sepihak saat penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk
menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai
ideal dan baik. Melalui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaaan psikologis,
dan latihan penuh disiplin, partai politik dalam sistem politik totaliter
melaksanakan fungsi indoktinasi politik.Hitler Sistem pemerintahan totaliter
ini dikenal sudah cukup lama dalam sejarah, tetapi baru mencapai puncaknya
sekitar tahun 1920 – 1930. Dua rezim yang terkondang pada abad 20 adalah
pemerintahan nasional sosialisme “NAZI” di bawah kepemimpinan Adolf Hitler
(1933-1945) di jerman dan di bawah kekuasaan bolshevisme soviet dipimpin
Jossif W Stalin (1922-1953) yang lalu menyebar dengan intensitas yang berbeda
beda pada Negara Negara komunis lainya di eropa timur (akibat PD II) serta di
CINA di Korea Utara dan Indocina. Ciri-ciri Sistem Politik Totaliter Ciri-ciri
berikut merupakan hakekat pemerintahan totaliter : Totaliter bukan sekedar
peningkatan bentuk-bentuk pemerintahan opresif seperti despotisme, pemerintahan
tiranik dan diktator, melainkan sesuatu yang secara hakiki baru. Totalitarisme
itu sendiri selalu mengembangkan lembaga-lembaga politik baru dan menghancurkan
semua tradisi sosial, legal dan politik yang ada di Negara itu. Totalitarisme
mengubah kelas-kelas sosial menjadi massa, menggantikan sistem multi-partai
bukan dengan sistem partai tunggal melainkan dengan suatu gerakan massa,
mengalihkan pusat kekuasaan dari tentara ke polisi rahasia, mengarahkan politik
luar negeri secara terbuka pada kekuasaan dunia. Sistem Politik Totaliter
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) sistem politik komunis dan (2) sistem
politik fasis.[5]
Pengaturan masyarakat secara menyeluruh
atas dasar tertentu dengan kelompok kecil penguasa yang memonopoli kekuasaan.
Penggunaan sistem mobilisasi massa untuk membentuk masyarakat baru yang akan
melaksanakan kebijakan. Penempatan individu di bawah kehendak dari partai tunggal
yang mengatasnamakan bangsa dan negara.
Ciri-ciri sistem politik totaliter
antara lain adalah :
1.
Infrastruktur dan fasilitas pemerintahan dikendalikan secara
terpusat. Kekuatan politik diperoleh dan dipertahankan melalui suatu sistem
represiv yang menentang segala bentuk tentangan atau yang berpotensi yang
menentang.
2.
Mengikuti prinsip-prinsip berikut : (a). aturan datang dari
seseorang bukan dari hokum. (b). Pemilihan Umum bersifat kaku (sering kali
orang bisa mengetahui siapa pemenangnya, bahkan sebelum pemilu itu
berlangsung). (c). semua keputusan politis ditentukan oleh satu pihak dan
berlangsung tertutup. (d). penggunaan kekuatan politik yang seolah-olah tidak
terbatas.
3.
Pemimpin dipilih sendiri atau menyatakan diri. Jika ada
pemilihan, hak kebebasan masyarakat untuk memilih cenderung tidak diacuhkan.
4.
Tidak ada jaminan kebebasan sipil, apalagi toleransi yang
ingin menjadi oposisi.
5.
Tidak ada kebebasan untuk membentuk suatu kelompok,
organisasi, atau partai politik untuk bersaing dengan kekuatan politik yang
incumbent.
6.
Kestabilan politik dipertahankan melalui (a). kontrol penuh
terhadap dukungan pihak militer untuk mempertahankan keamanan sistem dan
kontrol terhadap masyarakat. (b). birokrasi dikuasai oleh orang-orang yang
mendukung rezim. (c). kendali terhadap oposisi dari internal Negara. (d).
pemaksaan kepatuhan kepada public melalui berbagai cara sosialisasi.[6]
Totalitarisme adalah versi ekstrim
dari sistem otoriterisme.Sistem totalitarisme dinilai memiliki karisma
kepemimpinan yang tinggi dibanding sistem otoriterisme.Dalam hal peran
kepemimpinan, sistem totalitarisme menjalankannya sesuai fungsi, berbeda dengan
sistem otoriterisme yang menjalankan secara pribadi.
Sosialisasi politik dalam masyarakat
totaliter memiliki banyak cara dan metodenya.[7] Contohnya di Negara Jerman pada masa
kepemimpinan Adolf Hitler, sosialisinya yaitu melalui pendidikan formal
dan loyalitas pertama mereka adalah kepada negara, yang dipersonifikasikan oleh
pemimpinnya ( fuhrer atau pemimpin ). dimana semua pemuda pada masa itu diasuh
dan di dalam keluarga serta sekolah-sekolah, secara fisik, intelektual dan
moral harus dididik dalam semangat Sosialisme Nasional lewat pemuda Hitler.
Pada tahun 1939, setiap anak
diwajibkan menjadi anggota pemuda Hitler, dan setiap orang tua yang menolak
indokrinasi tersebut dapat ditindak dengan jalan diambilnya anak-anak dari
asuhan mereka.
Antara usia 6 sampai 10 tahun, anak-anak Jerman memperoleh
latihan persiapan dalam hal sejarah perkemahan, atletik dan ideologi. Pada usia
10 tahun mereka di tes, dan bila cocok, anak laki-laki di tingkatkan kejunvolk, sedangkan anak perempuan ditingkatkan
ke jungmadel. Dan pada saat itu mereka mengucapkan
sumpah setia-patuh kepada Fuhrer.Pada usia 14
tahun anak laki-laki mulai memasuki pemuda Hitler, dan menerima instruksi
sistematik dalam ideologi dan latihan fisik serta militer. Dan pada usia 18
tahun mereka masuk dinas kerja, disusul kemudian dengan dinas militer. Pola bagi
anak-anak perempuan sama juga, akan tetapi mereka memiliki
organisasi-organisasinya sendiri, yaitu jungmadle (dari usia 10 sampai 14
tahun), dan Bund Deutscher Madel (dari usia 14 sampai 21 tahun), yang kemudian
disusul dengan dinas 1 tahun di bidang pertanian. Dan jika ada yang menentang
dengan kebijakan tersebut maka akan di hukum mati.
Pola sosialisasi yang sama terdapat
juga di Uni Soviet, dengan penekananya baik pada pendidikan formal maupun pada
gerakan-gerakan pemuda. Semua pengajaran harus disesuaikan dengan ideoligi
komunis, dan buku-buku teks digunakan sebagai saran-sarana instruksi politik.
Sosialisasi politik itu tidak
dibiarkan menempuh jalannya sendiri, akan tetapi menjadi bagian terpadu dari
sistem totaliter, merupakan sarana dengan mana rezim yang bersangkutan secara
terang-terangan berusaha mengabadikan dirinya sendiri dan menjadi idiologi yang
mendasarinya.
BAB III
Tipe
kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang sama dengan
tipe otokratis, yang mana dari kepemimpinan ini,
bawahan tidak berhak menyampaikan saran, pendapat, dan kritik. Dalam
kepemimpinan ini seorang pemimpin menganggap dirinya adalah segala-galanya yang
memiliki kekuasaan dan kewenangan atas anak buah sesuai dengan kehendaknya.
Kepemimpinan ini lebih identik dengan
system satu orang yang berkuasa, yang berhak menentukan kebijakan, berhak dalam
mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan dalam organisasi.Kepemimpinan
ini hanya dibatasi dengan undang-undang saja.
Istilah totaliter berasal dari
bahasa Latin totus, yang berarti seluruh atau
utuh.Totaliter ini dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan dengan kekuasaan
mutlak negara terhadap hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat.Kendali
pemerintahan biasanya diserahkan kepada satu partai politik dan umumnya
dipimpin oleh seorang diktator.
Masyarakat
totaliter adalah sekumpulan kelompok dari suatu ras yang sudah diubah pola
pikir dan ideloginya melalui doktrin-doktrin oleh seorang penguasa, dimana
masyarakat itu menjadi subordinasi dari si penguasa sehingga jiwa mereka
direbut, dituntun dan dikekang sesuai kebutuhan-kebutuhan negara tersebut.
Bentuk
sosialisasi politik dalam masyarakat totaliter yaitu melalui pendidikan formal
dan gerakan-gerakan pemuda.Semua pengajaran harus disesuaikan dengan ideoligi
komunis, dan buku-buku teks digunakan sebagai saran-sarana instruksi politik.
DAFTAR PUSTAKA
A. Prasentyantoko, 1999, Kaum
Profesional Menentang Rezim Otoriter, Jakarta: Gramedia.
Arendt Hannah, 1995, Asal-Usul Totaliterisme: jilid III Totaliterisme, Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Budiardjo,
Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Carter, April,
1985,Otoritas dan Demokrasi, Jakarta:
Rajawali.
Magnis-Suseno,
Franz, 2003, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rush Michael, Philip
Althoff, 2008, Pengantar
Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Pers.
[1]Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.10
[2]Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
[3]Drs. E.
Martono, B. Sc, MM, Ilmu dan Seni
Kepemimpinan, (Jakarta: Pustaka Bina Cipta,2014) hal. 56
[4] Franz
Magnis-Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta:1991),
hal.45
[5]Ibid, hlm. 50
[6]Hannah Arendt, 1995, Asal-Usul Totaliterisme: jilid III
Totaliterisme, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1995), hal. 24
[7]Ibid, hal. 26